Rabu, 16 September 2015

Belajar Taktik: Memahami Skema Build Up Serangan Dari Kiper


Membangun serangan dari belakang, yang bisa juga dengan melibatkan kiper, semakin sering diaplikasikan para pelatih akhir-akhir ini. Semakin seringnya cara ini dilakukan karena memang semakin banyak pula tim yang merasa penguasaan bola sangat penting sebagai basis permainan mereka.

Fase build up attack from the back menjadi salah satu unsur penting bagi tim yang ingin menguasai bola lebih lama daripada sang lawan. Target objektif memakai taktik ini adalah bagaimana caranya bola bisa sampai ke area tengah, tapi tanpa harus memberi kesempatan lawan untuk merebutnya.
Kebalikan dari cara ini yaitu dengan kiper melakukan tendangan gawang jauh langsung ke tengah. Tapi langsung mengirim bola ke jarak yang cukup jauh, tidak sesuai dengan semangat penguasaan bola, karena tentu saja bola menjadi tak bertuan, tergantung tim mana yang memenangi duel fifty-fifty di tengah nanti. Dari sini mulai dikembangkan skema khusus membangun serangan dari bawah, dengan harapan bola tetap di kaki tim sendiri begitu sampai tengah.
Bentuk skema build up from the back
Bentuk skema build up from the back
Skema yang dikhususkan untuk build up ini sudah cukup umum diaplikasikan di berbagai level di banyak negara dan bisa secara reguler kita saksikan di televisi. Skema ini berupa bentuk susunan posisi para pemain, yang secara khusus memang dirancang agar siap menghadapai lawan yang berniat melakukan high pressing dan menghalangi bola dengan nyaman bisa bergulir ke tengah.
Kita bisa melihat skema build up ini dimainkan oleh tim level atas, lewat berbagai macam media. Sama seperti tren pendekatan ball possession sendiri, atau tren pemakaian formasi tertentu yang dianggap paling efektif, skema khusus build up ini menyebar secara masif di seluruh dunia. Para pelatih dan pemain di tempat lain mencoba menduplikatnya dalam permainan di tim mereka sendiri.
Karena kita tidak di posisi trend setter, maka mengambil contoh tim yang lebih baik memang sudah sewajarnya. Tapi sama seperti ketika kita mengikuti tren formasi tiga pemain di tengah, ada baiknya selain meniru para tim kelas dunia tersebut, kita juga harus memahami apa yang kita contoh dengan sebenar-benarnya. Sekedar meniru jauh berbeda dengan mengerti, karena jika sesuatu berubah ke arah yang buruk, hanya yang mengerti yang nantinya akan mempunyai solusi.
Mengisi Semua Area Terluas Yang Bisa Didapat
Area terluas fase build up
Area terluas fase build up
Seperti yang terlihat di gambar, start posisi masing-masing pemain diharuskan mengisi semua area yang tersedia. Area yang tersedia dalam fase ini dimulai dari garis gawang sendiri, dua touchline atau garis pinggir lapangan, sampai offside line yang ditentukan oleh lawan.
Garis offside yang dipakai oleh lawan bisa berbeda-beda, tapi umumnya mereka mematok tidak terlalu jauh dari garis tengah, sesuai aturan offside yang memang dimulai di area sendiri. Alasan lawan dengan memakai garis offside setinggi ini karena apa yang mereka butuhkan memang berlawan dengan apa yang tim kita butuhkan. Jika kita menginginkan area yang lebih luas agar selalu ada ruang mengalirkan bola, lawan membutuhkan area yang lebih sempit agar mudah melakukan pressing.
Pressing memang jauh lebih mudah jika area yang ada lebih sempit, karena ditujukan agar akses ke pemain musuh akan lebih dekat. Alasan lain yang mendukung efektifitas pressing di area yang lebih sempit yaitu agar posisi antar pemain juga akan lebih dekat, jadi rekan bisa datang lebih cepat jika diharuskan mendekat untuk membantu melakukan pressing.
Bentuk skema build up dengan mengisi seluruh ruang yang tersedia dimaksudkan untuk menghindari situasi overload dari pressing lawan seperti dijelaskan di atas. Dengan memanfaatkan area terluas yang bisa dibentuk, diharapkan setiap pemain tidak berposisi terlalu dekat. Aturan agar posisi pemain tidak rapat di posisi awal juga berlaku untuk di area tengah. Jika lawan memutuskan memakai man marking, maka situasi 1 vs 1 adalah posisi tawar terbaik yang bisa kita dapatkan.
Apakah banyak situasi 1 vs 1 ini buruk? Kelihatannya demikian, setidaknya sebelum bola mengalir dan pressing lawan mulai bergerak. Pertimbangannya situasi akan jauh lebih menguntungkan bagi lawan jika situasi pemain kita menjadi 2 vs 2 atau 3 vs 3 karena posisi awal pemain kita yang rapat. Seperti yang dikatakan Johan Cruyff, membantu rekan ketika menerima pressing jangan dengan bergerak lebih mendekat, tapi justru harus bergerak menjauh, karena posisi berjauhan akan membantu mengurai pressing tersebut.
Kiper Sebagai Pemain Ekstra
Situasi yang memberi perbedaan antara fase ini dan fase menyerang yang lain adalah di fase build up kiper juga akan banyak berperan aktif. Lawan tidak akan melakukan man marking terhadap kiper kita. Sedangkan kiper lawan juga tidak bisa ikut naik membantu rekannya melakukan pressing. Jadi kiper kita akan menjadi pemain ekstra di fase ini.
Yang perlu dilakukan agar kiper juga berperan efektif yaitu dengan memberinya akses umpan ke pemain lain. Oleh karena itu bisa kita lihat kenapa dua bek tengah memisahkan diri dan mengawali samping kotak penalti yang berlawanan. Dengan bentuk ini, kiper bisa menjangkau dua bek tengah dengan umpan.
Kiper sebagai pemain ekstra dan membuat CB memberi kiper akses umpan.
Kiper sebagai pemain ekstra dan membuat CB memberi kiper akses umpan.
Ada dua pertimbangan kenapa kedua bek harus di posisi tersebut, padahal jika mereka di depan kotak penalti akan relatif lebih mudah dijangkau kiper. Yang pertama adalah untuk mengisi area seluas mungkin, seperti yang sebelumnya diuraikan di atas. Sedangkan yang kedua, semakin ke arah horizontal umpan kiper, semakin mudah juga bek kita untuk menguasainya, karena dia bisa dengan cepat menghadap ke depan ketika menerima bola.
Selain ke bek tengah, kiper juga disediakan akses umpan datar vertikal ke depan. Yang akan berperan di sini adalah gelandang bertahan yang ditempatkan di depan box. Ada tim yang memakai dua gelandang bertahan di posisi ini, tapi ada juga yang hanya memakai satu saja. Biasanya memang ditentukan formasi awal mereka, memakai double pivot dalam 4-2-3-1 atau single pivot dalam 4-3-3, walaupun terkadang formasi tersebut tidak mengikat.
Pendapat akan berbeda-beda mana yang lebih baik, antara memakai satu atau dua pemain di depan box. Tapi jika menakar resiko dan efektifitas, satu pemain akan lebih baik. Dalam situasi menerima tekanan, dua gelandang dalam posisi sejajar akan sangat beresiko jika saling mengumpan, karena hanya tersisa kiper di belakang mereka. Hanya memakai satu gelandang yang bisa melakukan back pass ke kiper justru merupakan opsi paling aman.
Dua Fullback Sebagai Vertical Point
Fullback sebagai vertical point
Fullback sebagai vertical point
Seperti yang bisa dilihat di gambar, posisi awal dua fullback adalah sangat melebar menyentuh touchline dan berada dalam jarak yang tidak terlalu dekat dengan rekan bek tengahnya. Alasan pemilihan posisi awal untuk fullback ini berasal dari berbagai macam pertimbangan karena memang fungsi mereka sangat vital di fase ini.
Karena setiap pemain tidak boleh berdekatan dan dua bek tengah sudah mengambil posisi di sebelah box, maka fullback harus memposisikan diri agak jauh dan di depan rekan bek tengahnya tersebut. Jarak diantara mereka juga tidak boleh terlalu jauh, karena bek tengah juga masih berkepentingan memiliki akses umpan ke para fullback.
Akses umpan dari bek tengah ke fullback, atau dari siapapun pemain lain yang berposisi di belakang fullback, menjadi umpan yang sangat vital. Di berbagai strategi ball possession, umpan yang bisa lebih mendorong bola ke depan, tapi dengan resiko minimal untuk kehilangan bola, merupakan umpan yang sangat berharga. Situasi seperti ini akan selalu memaksa pressing lawan untuk mengikutinya dan secara tidak langsung akan ikut bergerak turun.
Di dalam prinsip bertahan, pemain akan sangat agresif melakukan pressing turun jika posisi bola terjangkau, karena dia tahu itu akan memperkokoh keseluruhan pertahanan tim. Tapi sebaliknya, jika diharuskan bergerak melakukan pressing naik, dia akan berpikir dua kali, atau setidaknya agresifitas akan rendah. Hal ini disebabkan dia harus bergerak dengan posisi membelakangi gawangnya sendiri, sekaligus membelakangi bentuk pertahanan timnya.
Bergerak naik harus dipikir masak-masak oleh pemain karena dia juga harus tahu terlebih dahulu apakah dia akan meninggalkan lubang atau tidak, serta rekan di belakangnya akan memberi dukungan atau tidak. Tapi nyatanya tidak semua pemain akan seperti itu, karena banyak juga yang justru semberono meninggalkan posnya dengan melakukan pressing naik cepat, yang sayangnya seringkali dilakukan sendirian. Tentu pertahanan tim yang memiliki pemain seperti ini akan jauh lebih rapuh.
Fullback untuk menurunkan pressure block lawan
Fullback untuk menurunkan pressure block lawan
Fullback untuk menurunkan pressure block lawan
Fullback untuk menurunkan pressure block lawan
Berangkat dari logika tersebut, bola yang bisa bergerak naik dari area sekitar box ke posisi fullback akan berarti penting. Ketika bola bergerak ke posisi itu, pressing lawan juga akan mengikuti dan otomatis bergerak turun. Dan jika fullback mengembalikan bola ke belakang lagi, pressing lawan mungkin akan naik lagi, tapi mungkin juga tidak. Jika pun pressing lawan akan tetap mengikuti, kecepatannya akan lebih lambat dan memberi waktu dan ruang yang cukup aman buat pemain di sekitar box untuk memindah bola.
Dua Winger Sebagai Penahan Defensive Line
Pemain yang akan berada di depan fullback adalah pemain sayap. Ada beberapa variasi yang bisa dilakukan oleh winger. Ada pelatih yang memakai mereka untuk mendukung fase build up dengan ikut turun dan terkadang berotasi dengan fullback. Aksi ini dimaksudkan agar winger menjadi pemain ekstra yang tidak terjaga apabila bek lawan yang mengawalnya enggan keluar posisi. Ada juga variasi yang membuat winger statis di posisinya, dengan tetap melebar dan mengintip peluang bola diumpan ke belakang bek lawan.
Variasi winger yang berotasi
Variasi winger yang berotasi
Jika dipertimbangkan dengan cermat, dengan membuat winger ikut turun lebih banyak membawa kerugian daripada keuntungan. Winger bergerak turun berarti dia mendekat ke posisi fullback. Aksi tersebut di proses awalnya akan mengajak satu pemain lawan, yang di momen itu bertugas menjaga winger, juga ikut mendekat dan memperkeruh area itu. Di situasi ini, ide untuk menjaga setiap pemain tetap berjauhan dan menjaga area tetap seluas mungkin akan dilanggar.
Area jadi sempit ketika winger turun
Area jadi sempit ketika winger turun
Akan lebih efektif jika winger statis di dekat garis offside lawan. Hal ini akan membuat area kerja fullback tetap longgar karena winger menahan pemain yang menjaganya agar tetap di tempatnya. Selain itu, akses untuk memangsa umpan-umpan yang ditujukan di belakang offside line musuh sangat lah berharga untuk diabaikan. Di artikel kedua Mengatur Tempo dijelaskan kenapa area yang di belakang high defensive line sangat potensial untuk mengawali gol.
Jika winger mempunyai kecepatan yang bagus, secara psikologis juga akan mengganggu disiplin bek lawan untuk menjaga offside trap mereka. Backline lawan dipaksa harus membagi konsentrasi antara menjaga garis offside agar tetap rapi, sekaligus tidak ketinggalan jika ternyata sang winger lolos. Jebakan offside yang dieksekusi dengan ragu-ragu akan mudah sekali turun. Kondisi ini nantinya akan menguntungkan bagi tim penyerang, karena area akan jadi lebih luas jika offside line akhirnya benar-benar turun.
Winger sebagai ancaman offside trap lawan
Winger sebagai ancaman offside trap lawan
Winger sebagai opsi umpan dengan bergerak ke keridor yang berbeda dengan fullback
Winger sebagai opsi umpan dengan bergerak ke keridor yang berbeda dengan fullback
Winger yang tidak turun juga bukan berarti tidak akan bisa membantu rekan fullback di bawahnya. Karena fullback akan sangat melebar di touchline, winger bisa bergerak lebih ke dalam, berada di koridor yang berbeda dengan fullback, sehingga winger tetap bisa menjadi opsi umpan. Walaupun ini adalah umpan vertikal, tapi resiko kehilangan bola yang lantas membahayakan cukup kecil, karena posisi bola yang sudah jauh dari gawang sendiri.
Pemain di barisan depan yang sebenarnya bisa turun tanpa membonceng serta pemain lawan untuk mengikutinya, justru adalah penyerang tengah. Hal ini sama dengan prinsip false 9, yang coba mengambil keuntungan dari bek tengah lawan yang tidak akan berani berpindah posisi terlalu jauh, karena akan menimbulkan masalah kompaksi di backline.
Kondisi ini bisa terjadi dengan syarat jika dua winger tetap bisa memaksa dua fullback lawan yang menjaganya ikut jauh melebar. Lawan akan berpikir dua kali sebelum berani mengambil resiko dengan satu bek tengahnya keluar posisi mengawal striker yang turun. Menyisakan satu bek yang menutup jarak dua fullback yang berjauhan tentu sangat tidak ideal, apalagi dengan adanya dua winger yang tetap meneror di garis offside.
Gelandang Sebagai Jembatan Aliran Bola
Pada umumnya skema ini akan dieksekusi dengan memakai tiga gelandang, baik itu dengan variasi memakai satu pivot atau dua pivot. Selain variasi jumlah pivot, cara ketiga gelandang ini bekerja juga bisa berbeda-beda, yang tergantung pemahaman sang pelatih. Ada pelatih yang memakai gelandangnya cukup intensif, ada juga yang tidak.
Seperti apa yang bisa kita lihat dari praktik yang dilakukan oleh Timnas U19 ketika masih dipegang Indra Sjafri dulu. Dalam fase build up ini, tiga pemain tengah terlibat sangat aktif dalam mengalirkan bola. Tentu kita masih ingat bagaimana Evan Dimas, Hargianto dan Zulfiandi saling terhubung dengan umpan untuk bisa keluar dari tekanan lawan di semua fase, termasuk juga fase build up ini.
Tapi jika kita telaah lebih lanjut dengan melihat dari desain awal bentuk skema ini, sebenarnya eksekusinya tidak mengharapkan para gelandang untuk terlalu aktif terlibat. Memang gelandang adalah motor dari filosofi sepakbola dengan penguasaan bola. Tapi khusus di fase build up, yang lawan umumnya akan melakukan high pressing, gelandang yang terlalu banyak terlibat akan memberi banyak sekali resiko jika sampai tim harus kehilangan bola di area tengah.
Delapan pemain area luar dan tiga gelandang di tengah sebagai pivot
Delapan pemain area luar dan tiga gelandang di tengah sebagai pivot
Di fase build up ini, tiga pemain tengah dan delapan pemain lain bisa kita pisahkan dengan melihat ada delapan pemain yang berdiri melingkar di area separuh lapangan dan tiga pemain di tengah sebagai pivot. Secara desain memang fase ini sangat mirip dengan latihan rondo, atau yang lebih dikenal di sini sebagai 4-2, yang divariasi dengan memakai tiga pivot di area tengah. Khusus di sisi paling depan, akan ada perlakuan khusus karena ada empat pemain lawan yang berada di sana.
Karena di dalam lingkaran raksasa ini nanti bisa berisi enam sampai tujuh pemain lawan, maka cara bermain sebagai gelandang di fase ini juga berbeda. Ketiga gelandang ini tidak harus saling terhubung satu sama lain dengan umpan, karena resiko kehilangan bola di tengah sangat besar sekali. Tugas utama mereka justru sebagai pemantul bola dari pemain di area luar ke pemain di area luar yang lain, agar bola bisa terus mengalir berpindah area dan keluar dari pressing.
Posisi yang sangat rawan, memaksa tiga gelandang ini tidak boleh dibebani tugas yang terlalu rumit. Tapi untungnya desain skema build up ini sangat membantu tugas sulit mereka. Dengan delapan pemain di sisi luar, kita bisa memastikan setiap sudut 90 derajat, para pemain di tengah bisa melihat tiga rekannya yang berada di area luar. Karena area tengah nanti akan cenderung penuh, berbelok 90 derajat dengan bola seharusnya sudah paling maksimal yang bisa dikategorikan aman.
Tiga opsi umpan dari tengah di setiap sudut 90 derajat
Tiga opsi umpan dari tengah di setiap sudut 90 derajat
Dengan logika tersebut, jika gelandang menerima bola dari salah satu rekan di sisi luar, akan ada dua rekan lain yang bisa digunakan sebagai opsi umpan, tanpa dia harus memutar badan lebih dari 90 derajat. Walau pun pressing lawan cukup ketat, akan sangat langka sekali jika dua rekan tersisa sama-sama tertutup oleh lawan, terutama rekan yang lebih di belakang, karena memang desain awal skema ini mewajibkan posisi setiap pemain tidak boleh terlalu rapat.
Dengan tidak diwajibkan saling terhubung, tiga gelandang ini tidak perlu terlalu lama dengan bola, karena memang mereka tidak harus merubah arah terlalu drastis. Tinggal bagaimana caranya mereka tetap bisa meninggalkan pemain lawan yang sedang menjaganya agar tetap di belakang punggungnya ketika dia menerima bola.
Kecepatan Mengambil Posisi
Salah satu kunci sukses paling penting dalam fase ini, yang juga sering tidak disadari adalah kecepatan pemain untuk mengambil posisi masing-masing seperti di atas. Lebih cepat para pemain berada di posisinya, lebih cepat pula kiper akan melepaskan umpan pertama sehingga bola bisa mengalir, sekaligus juga akan membuat pressing lawan bergerak.
Terkadang bisa dilihat ada tim yang merencanakan memakai strategi ini, tapi pemainnya sangat lambat ketika harus mengambil posisi masing-masing. Karena mereka lambat, lawan jadi memiliki waktu untuk melakukan marking terhadap tiga pemain yang paling dekat dengan kiper, yaitu dua bek tengah di sisi box dan gelandang bertahan di depan box.
Jika para pemain terdekat ini sudah terjaga, maka kiper tidak akan memiliki kesempatan melakukan tendangan gawang pendek dan terpaksa akan membatalkan rencana build up dari bawah. Kecepatan mengambil posisi ini memang terlihat sepele, tapi memastikan kiper bisa memiliki minimal satu opsi umpan pendek adalah syarat mutlak terlaksananya strategi ini.
Melihat Posisi Pemain Yang Bebas
Syarat lain yang harus dipenuhi agar fase ini berhasil adalah dengan selalu memiliki pemain yang sedang bebas sebagai opsi umpan. Berapa pemain kita yang bebas, tergantung dari berapa banyak pemain lawan yang berada di area kita dan bagaimana mereka mengeksekusi fase pressingnya.
Tapi kita juga bisa mempengaruhi keputusan lawan agar tidak terlalu banyak memasukkan pemain ke area kita. Seperti inisiatif dengan membuat dua winger statis berada di offside line. Jika lawan cukup berhati-hati, setidaknya akan ada empat pemain lawan yang tetap di barisan belakang. Jika mereka mau mengambil resiko, bisa hanya ada tiga pemain yang tidak akan naik.
Apabila lawan memakai empat pemain di belakang, maka hanya enam yang akan melakukan high pressing. Sedangkan tim kita akan memiliki tujuh pemain di fase build up jika memutuskan membuat tiga penyerang tetap statis di depan untuk menahan backline lawan. Kiper akan tetap menjadi pemain ekstra di fase ini, sehingga akan ada situasi 8 vs 6 di area sendiri.
Tim kita akan memiliki dua pemain lebih banyak ketika melakukan fase build up, situasi yang sebenarnya tidak terlalu buruk. Namun keunggulan jumlah pemain ini tetap akan tergantung seberapa bagus skema pressing lawan. Jika lawan banyak memakai man marking, mungkin kita bisa akan melihat dengan jelas dimana saja posisi pemain kita yang bebas.
Man marking di tengah dan 2 CB sebagai freeman
Man marking di tengah dan 2 CB sebagai freeman
Tapi cerita akan berbeda jika lawan cukup cerdik dengan lebih fokus untuk menutup passing lane daripada melakukan man marking. Cara ini akan mempermudah pressing block lawan melakukan transisi horizontal dan menihilkan situasi kalah jumlah pemain jika bola berada di flank. Umumnya pendekatan ini memang diawali dengan pressing block menyempit ke tengah, yang ditujukan untuk memancing agar bola dialirkan ke flank, baru setelah itu pressing dilakukan.
Di situasi ini inferioritas jumlah pemain lawan mulai terlihat samar dan akan dibutuhkan sedikit keberanian dari pemain kita untuk mulai mengalirkan bola. Tapi yang harus tetap diingat, keunggulan jumlah pemain masih ada di pihak penyerang, walaupun dalam beberapa detik akan tidak kelihatan. Asalkan setiap pemain memahami tugas masing-masing seperti yang diuraikan di atas, superioritas jumlah pemain akan tampak lagi beberapa detik kemudian.
Lawan memakai cara menutup passing lane daripada man marking
Lawan memakai cara menutup passing lane daripada man marking
Poin pertama yang harus dipenuhi yaitu pemain di sisi luar area permainan tetap disiplin di posisinya, jangan sampai terpancing untuk bergerak saling mendekat. Sedangkan poin kedua juga harus terlaksana, yaitu gelandang tengah bergerak ke arah sebagai opsi umpan dan untuk menghubungkan para pemain di posisi terluar.
Trust the design and move the ball
Trust the design and move the ball
Dengan memastikan semua pemain melakukan tugasnya dengan baik, bola akan bisa terus mengalir dan dengan sendirinya pressing lawan akan berangsur-angsur turun. Turunnya pressing block lawan ini akan terjadi secara natural, setidaknya sesuai apa yang dipercaya Pep Guardiola dengan aturan melakukan 15 umpan sedari fase build up yang akan membuat pressing lawan benar-benar menyerah dan memutuskan untuk turun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar