Kerinduan Kepada Striker Brazil



Sejauh Copa America berlangsung belum ada yang terasa istimewa dari permainan Brazil. Negeri yang dicap sebagai pelopor sepakbola cantik dengan jogo bonitonya masih bermain biasa-biasa saja.
Bukan soal permainan indah yang diharapkan dari Brazil kini. Semua pecinta sepakbola dunia sudah tahu jika Dunga tak akan mengusung gaya bermain seperti itu. Ia adalah sosok pelatih yang lebih mengutamakan hasil dengan cara bermain yang pragmatis. Saking pragmatisnya ia bahkan terus menggunakan pola formasi yang sama sejak ia kembali dipilih menangani Selecao.
Sebagai negara yang paling banyak menyalurkan pesepakbola di seluruh dunia, Brazil layak disematkan sebagai Negara dengan talenta pesepakbola terbaik. Soal skill mengolah si kulit bundar, semua orang pasti akan berbicara Brazil sebagai awalan.
Di Copa America ini ada yang  dirasa kurang dari Brazil. Jika anda menyaksikan tim Brazil dari Piala Dunia 1998 sampai 2010 anda tak akan menemui kesulitan berarti dalam menyebutkan nama-nama striker yang bermain kala itu. Anda tak perlu lagi meragukan kualitas seorang Bebeto, Ronaldo dan Rivaldo. Luis Fabiano, Alexandre Pato, Adriano memang tak sehebat ketiga nama sebelumnya, namun mereka memiliki ketajaman yang sulit dijelaskan dengan kata-kata ketika sedang dalam puncak performanya.
Dengan kata lain, Brazil selalu sukses memiliki striker kelas wahid di tiap event yang diadakan.
Dunga membawa tiga orang striker di Copa America kali ini. Mereka adalah Neymar, Robinho dan Diego Tardelli. Neymar dan Robinho berposisi sebagai penyerang sayap, dan Tardelli adalah satu-satunya striker dengan peran ‘No.9’ bagi Brazil di pagelaran ini.
Membawa Tardelli jelas bukan sebuah kesalahan, Tardelli merupakan bekas striker Atletico Mineiro yang cukup sukses. Ia mencetak 73 gol dari 114 penampilan dan mengantarkan Mineiro meraih gelar Copa Libertadores. Namun itu dulu. Tardelli sudah melewati masa emasnya.
Jika ukurannya untuk striker backup, tak ada yang perlu diperdebatkan dengan pemilihan Tardelli. Namun pada faktanya Tardelli diplot Dunga sebagai striker utama dengan peran target man.
Tardelli yang di dunia Football Manager bahkan lebih hebat dari Tardelli di dunia sesungguhnya. Jika anda pernah bermain game Football Manager 2008, anda pasti tahu jika pemain Shandong Luneng tersebut adalah salah wonderkid terbaik kala itu.
Dunga seakan mengingatkan kita kembali kepada lawakan yang dibuat Scolari dengan menunjuk Fred sebagai striker utama di Piala Dunia lalu. Fred yang di Piala Dunia lalu jelas berbeda dengan Fred yang masih membela Lyon dan menjadi predator ganas di Eropa kala itu.
Polemiknya saat itu, Felipao kehabisan akal lantaran Diego Costa berkhianat kepada Negara ‘aslinya’. Jika ia lebih teliti lagi, ada nama-nama seperti Luiz Adriano, Ricardo Goulart dan Raffael yang layak diberi kesempatan saat itu.
Terang-terangan Dunga dan Felipao tak bisa disalahkan dalam kasus ini. Sejak era Luis Fabiano, para striker Brazil yang merumput di Eropa memang tak seganas seperti dulu. Jika dulu kita bisa melihat seorang  Luis Fabiano, Fred dan Vagner Love menjadi top skorer bagi masing-masing tim mereka, saat ini mungkin kita hanya menemukan beberapa saja.
Bahkan untuk sekarang Brazil lebih dipenuhi top di posisi gelandang bertahan. Luiz Gustavo, Fernandinho, Ramires dan Lucas Leiva adalah contohnya.
Kerinduan akan striker Brazil seperti yang dulu nampaknya belum bisa terobati dalam waktu dekat. Jika dilihat dari penampilan para striker Brazil di liga papan atas Eropa (di luar Neymar) hanya Luiz Adriano yang bisa dibilang konsisten.
Kini, layak ditunggu apakah Tardelli mampu menjawab ekspektasi yang disematkan kepadanya atau ia hanya akan menjadi ‘Fred Chapter 2’ di timnas Brazil.

Author blog: diamdiambola.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar